Kasus kanker usus besar di Indonesia meningkat tajam. Dokter ungkap penyebabnya, dari pola makan hingga gaya hidup. Simak fakta, gejala, dan cara pencegahannya!
Baca juga: 7 Makanan Tinggi Magnesium yang Wajib Dikonsumsi untuk Kesehatan
Kanker Usus Besar Ancam Warga Indonesia
Pada 27 September 2025, dokter spesialis di Indonesia memperingatkan lonjakan kasus kanker usus besar yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan usia produktif. Dipicu oleh pola makan tinggi lemak, rendah serat, dan gaya hidup kurang sehat, penyakit ini kini menjadi salah satu kanker terdeteksi terbanyak di Indonesia. Menurut para ahli, edukasi dan deteksi dini menjadi kunci untuk menekan angka kejadian di berbagai wilayah, termasuk Jakarta.
Lonjakan Kasus Kanker Usus Besar di Indonesia
Kanker usus besar telah menjadi ancaman kesehatan serius di Indonesia, dengan angka kejadian yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kanker usus besar menempati urutan ketiga kanker paling umum di Indonesia pada 2024, setelah kanker payudara dan paru-paru. Prevalensi penyakit ini meningkat hingga 15% dalam dekade terakhir, dengan kasus terbanyak ditemukan pada usia 40-60 tahun, meskipun tren kini bergeser ke usia lebih muda.
Dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroentero-hepatologi, dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, FINASIM, FACP, menjelaskan bahwa kanker usus besar sering terdeteksi terlambat karena gejalanya tidak spesifik. “Banyak pasien datang dengan keluhan seperti sembelit, diare, atau darah di tinja, yang sering diabaikan,” ujarnya dalam wawancara di Jakarta, 26 September 2025.
Penyebab Utama Kanker Usus Besar
Para ahli mengidentifikasi beberapa faktor utama yang memicu meningkatnya kasus kanker usus besar di Indonesia:
- Pola Makan Tidak Sehat: Konsumsi makanan tinggi lemak jenuh, daging olahan, dan rendah serat menjadi pemicu utama. Makanan cepat saji dan minuman manis juga meningkatkan risiko.
- Gaya Hidup Sedentari: Kurangnya aktivitas fisik, terutama di perkotaan, berkontribusi pada obesitas, yang merupakan faktor risiko utama kanker usus besar.
- Kebiasaan Merokok dan Alkohol: Kebiasaan ini meningkatkan risiko kanker, terutama pada usus besar dan rektum.
- Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga: Orang dengan riwayat keluarga kanker usus besar memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi.
- Kurangnya Kesadaran Deteksi Dini: Banyak masyarakat tidak menjalani skrining rutin, seperti kolonoskopi, sehingga kanker terdeteksi pada stadium lanjut.
Dr. Ari menambahkan, “Pola makan barat yang kini populer di Indonesia, seperti burger dan pizza, menjadi salah satu pemicu utama. Kurangnya konsumsi sayur dan buah memperburuk situasi.”
Gejala dan Tanda Peringatan
Kanker usus besar sering kali tidak menunjukkan gejala jelas pada tahap awal, yang membuatnya sulit dideteksi tanpa skrining. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai meliputi:
- Perubahan pola buang air besar, seperti sembelit atau diare yang berkepanjangan.
- Darah dalam tinja atau perdarahan rektal.
- Nyeri perut, kram, atau rasa tidak nyaman yang terus-menerus.
- Penurunan berat badan tanpa sebab jelas.
- Kelelahan yang tidak wajar.
Menurut Globocan 2024, sekitar 60% kasus kanker usus besar di Indonesia ditemukan pada stadium 3 atau 4, ketika pengobatan menjadi lebih sulit dan tingkat kesembuhan menurun. Skrining seperti kolonoskopi, yang direkomendasikan setiap 5-10 tahun untuk usia di atas 45 tahun, dapat mendeteksi polip sebelum menjadi kanker.
Upaya Pencegahan Kanker Usus Besar
Dokter menekankan pentingnya pencegahan untuk mengurangi risiko kanker usus besar. Langkah-langkah yang disarankan meliputi:
- Pola Makan Sehat: Tingkatkan konsumsi serat dari sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Kurangi daging merah dan olahan, seperti sosis atau bacon.
- Aktivitas Fisik: Lakukan olahraga minimal 150 menit per minggu, seperti berjalan cepat atau bersepeda.
- Skrining Rutin: Kolonoskopi atau tes darah okultisme feses dianjurkan untuk mendeteksi dini, terutama bagi mereka dengan riwayat keluarga.
- Hindari Rokok dan Alkohol: Berhenti merokok dan batasi konsumsi alkohol untuk menurunkan risiko.
- Kontrol Berat Badan: Menjaga indeks massa tubuh (IMT) dalam rentang normal dapat mengurangi risiko hingga 30%, menurut penelitian WHO.
Dr. Ari menyarankan, “Mulailah dengan perubahan kecil, seperti menambah porsi sayur dalam setiap makan. Ini bisa berdampak besar dalam mencegah kanker usus besar.”
Dampak Sosial dan Ekonomi
Kanker usus besar tidak hanya memengaruhi kesehatan, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Menurut Kementerian Kesehatan, biaya pengobatan kanker usus besar di Indonesia bisa mencapai Rp200 juta hingga Rp1 miliar, tergantung pada stadium dan jenis terapi. Banyak pasien menghadapi beban finansial karena pengobatan jangka panjang, termasuk kemoterapi, radiasi, atau operasi.
Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya skrining membuat banyak kasus terdeteksi terlambat, meningkatkan angka kematian. Data Rumah Sakit Kanker Dharmais mencatat bahwa hanya 20% pasien kanker usus besar yang datang pada stadium awal, yang memiliki peluang kesembuhan hingga 90%.
Peran Edukasi dan Kampanye Kesehatan
Untuk mengatasi lonjakan kasus kanker usus besar, berbagai pihak, termasuk pemerintah dan organisasi kesehatan, gencar melakukan kampanye edukasi. Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan program “Cegah Kanker Sejak Dini” sejak 2023, yang mencakup penyuluhan tentang pola makan sehat dan pentingnya skrining. Organisasi seperti Yayasan Kanker Indonesia juga mengadakan seminar daring dan luring untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Dengan edukasi yang tepat, kita bisa menekan angka kejadian kanker usus besar hingga 30% dalam satu dekade,” ujar Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM. Kampanye ini juga menargetkan anak muda, yang kini mulai terdeteksi kanker usus besar akibat gaya hidup modern.
Tantangan dalam Penanganan Kanker Usus Besar
Meskipun kesadaran meningkat, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menangani kanker usus besar. Beberapa di antaranya adalah:
- Akses Skrining Terbatas: Fasilitas kolonoskopi hanya tersedia di rumah sakit besar di kota-kota utama, menyulitkan warga di daerah terpencil.
- Biaya Pengobatan Tinggi: Meskipun BPJS Kesehatan menanggung sebagian biaya, pasien sering menghadapi biaya tambahan untuk obat atau perawatan lanjutan.
- Stigma dan Ketidaktahuan: Banyak masyarakat menganggap gejala seperti darah di tinja sebagai hal biasa, menunda kunjungan ke dokter.
- Tenaga Medis Terbatas: Jumlah dokter spesialis gastroenterologi di Indonesia masih kurang, dengan rasio 1:500.000 penduduk, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Pemerintah berencana meningkatkan jumlah puskesmas dengan fasilitas skrining dasar pada 2026 untuk mengatasi masalah akses. Selain itu, pelatihan dokter umum untuk mendeteksi gejala awal juga sedang digalakkan.
Tren Global dan Perbandingan
Secara global, kanker usus besar merupakan kanker ketiga terbanyak, dengan 1,9 juta kasus baru per tahun, menurut WHO. Di negara maju seperti Amerika Serikat, skrining rutin telah menurunkan angka kematian hingga 20% dalam dua dekade. Namun, di Indonesia, tingkat skrining masih rendah, hanya sekitar 5% dari populasi berisiko, dibandingkan 60% di AS.
Faktor gaya hidup modern, seperti konsumsi makanan olahan dan kurangnya aktivitas fisik, juga menjadi tren global yang memperburuk situasi. “Indonesia perlu belajar dari negara maju dalam hal skrining dan edukasi untuk menekan angka kanker usus besar,” kata Prof. Aru.
Baca juga: Penampilan Dramatis Miley Cyrus di Pemotretan Terbaru Curi Perhatian
Harapan ke Depan
Para ahli optimistis bahwa dengan edukasi dan investasi di bidang kesehatan, angka kejadian kanker usus besar dapat ditekan. Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan akses skrining hingga 20% pada 2030 melalui program nasional. Selain itu, inovasi seperti tes DNA feses dan kolonoskopi virtual diharapkan dapat mempermudah deteksi dini di masa depan.
Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Dr. Budi Hartono, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Pencegahan kanker usus besar membutuhkan kerja sama antara pemerintah, komunitas medis, dan masyarakat untuk mengubah gaya hidup dan meningkatkan kesadaran,” ujarnya.
Penutup: Waspada Kanker Usus Besar, Deteksi Dini Kunci Utama
Lonjakan kasus kanker usus besar di Indonesia, yang dipicu oleh pola makan tidak sehat dan gaya hidup sedentari, menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan. Dokter menekankan pentingnya skrining rutin dan perubahan gaya hidup, seperti konsumsi serat tinggi dan olahraga, untuk mencegah penyakit ini. Dengan edukasi yang tepat dan akses skrining yang lebih baik, Indonesia dapat mengurangi beban kanker usus besar di masa depan.
Ke depan, kampanye kesehatan dan inovasi teknologi diharapkan memperkuat upaya pencegahan. Seperti yang dikatakan Prof. Aru Sudoyo, “Deteksi dini dan gaya hidup sehat adalah senjata utama melawan kanker usus.” Masyarakat diimbau untuk segera berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala mencurigakan, demi menekan risiko dan meningkatkan peluang kesembuhan.